Akhi-akhir
ini banyak orang yang salah kaprah dan salah faham dalam memahami makna hidup
dan pedoman hidup, sesuka mereka dan semau mereka ayat dan hadits ditafsiri.
Sehingga semboyan mereka tetap tidak ubahnya, ini bid'ah, mari kembali ke jalan
Allah, mari hijrah, jihad di jalan Allah, dan yang begitu itu sesat dan kafir.
serasa tidak ada lagi kata dan bahasa lainnya yang lebih higinis
Diantara
penyebab menjamurnya faham takfiri pada pribadi seseorang dikarenakan mereka
menutup pintu-pintu rahmat dan taufik pada sisi yang selain dia fahami. Apa
yang mereka ketahui maka itulah kebenaran tunggal baginya. Sehingga dengan
sebab itu mereka mudah menyalahkan dan kalaupun berdiskusi dengan yang lawan
pemahaman pasti mereka bersikap ad-hominem ataupun dengan bahasa “pokok e dan
semacamnya”.
Panggung-panggung
dakwah banyak dikuasai orang-orang yang sepemahaman dengan mereka, kursi-kursi
mauidzhoh hasanah banyak diduduki oleh kelompok mereka. Brand mereka adalah Kembali
ke jalan Allah, mari hijrah ke jalan yang luruh, bahasa-bahasa yang dipasarkan
adalah bahasa yang menyentuh perasaan kaum pemuda, entah tentang cinta,
kehidupan keluarga, dan semacamnya. Sehingga bagi yang galau bahasa mereka akan
mudah diterima dan kemudian hari apapun yang disampaikan oleh ustadz itu akan
tetap diterimanya mentah-mentah sekalipun itu mungkin salah.
Jihad,
hijrah, kembali ke jalan Allah, mari kembali kepada al-qur’an dan sunnah dan
seterusnya. Bagi mereka yang pandai tentau akan bertanya “sejak kapan saya lari
dari Allah, sejak kapan saya meninggalkan al-Qur’an dan sunnah. Apakah kemudian
hijrah hanya dimaknai dengan orang yang awalnya penuh maksiat, buka aurat
ketika seketika taubat dan menutup sendi-sendi terhormat itu dimaknai dengan
hijrah, apakah itu yang disebut dengan hijrah?
Lantas
apakah dengan bunuh diri dengan dalih jihad kemudian dijamin masuk surga? apakah
sikap yang demikian dibenarkan dalam islam? apakah yang dimaksud dengan jihad
itu membunuh sesama islam? memerangi sesama keyakinan? mengolok-ngolok orang
yang syahadatnya sama? kiblatnya sama? sholat duhurnya sama dan seterusnya?
apakah itu yang disebut dengan jihad? oh, tentu tidak, terlalu hina makna jihad
jika ditafsiri sedemikian rupa.
Kesalahan
memaknai jihad, hijrah, kembali ke jalan Allah tidak lain diantaranya karena
mereka terlalu tekstualis memahami ayat al-Qur’an dan hadits Nabi.
Perlu
diketahui bahwa memperdebatkan suatu hukum yang sudah ijma' itu menyalahi
aturan, tapi mencerca orang yang beda pandangan terkait hukum yang masih
ikhtilaf itu bodoh yang tidak ketulungan. Kendatipun demikian sebisa mungkin
mengetahui celah-celah perbedaan agar tidak mudah menyalahkan. Imam Al-Ghazali
dawuh bahwa setiap ayat Al-Qur'an punya empat lapis makna: literal, esensial,
had dan mathla'. Hati-hati, banyak yang bunuh diri berdalih jihad karena salah
memahami ayat Al-Qur'an secara tekstual, lebih-lebih hanya modal terjemahan.
Jangan-jangan mereka juga tidak tau apa itu mad thobii dan mas ashli.
Namun
demikian kita tetap apresiasi pada mereka yang bertaubat dan menutup rapat-rapat sendi-sendi
aurat, menjaga pergaulan dan tetap sopan dalam kata, bahasa, dan sikap.
0 Komentar