BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, umat Islam telah membuat jalan baru bagi kehidupan akal dan perkembangan ilmu pengetahuanHal ini merupakan hasil logis dari zamannya sendiri setelah mengalami perubahan sejarah perkembangan pemikiran dari berbagai bangsa,terutama Persia, melalui jalan yang sama dengan evolusi kemajuan yang bertingkat-tingkat, namun merupakan mata rantai yang tersambung.
Kecintaan para khalifah, kepada ilmu pengetahuan sangat mendukung perkembang ilmu pengetahuan pada masa itu. Bahkan rakyatnya pun sangat berminat dan memiliki peranan penting. Hal ini menunjukkan bahwai Dinasti Abbasiyah sangat menekankan pembinaan pada peradaban dan kebudayaan Islam. Popularitas Daulah Abbasiyah, mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun ar-Rasyid dan putranya Al-Ma’mun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Namun puncak kegemilang pemerintahan Abbasiyah atau boleh dikatakan zaman paling gemilang dalam sejarah Islam adalah pada kekhalifahan Harun ar-Rasyid. Pemerintahan ketika itu menikmati segala bentuk kebesaran kekuasaan dan keagungan ilmu pengetahuan.
Ia amat disegani dan dihormati oleh negara-negara lain. Di dalam negeri kedudukan Harun ar-Rasyid lebih hebat daripada peristiwa-peristiwa dan kekacauan yang timbul di beberapa tempat. Harun ar-Rasyid, dikenal di seluruh jagad sebagai penguasa terbesar di dunia. Pada masanyalah terdapat pemerintahan muslim yang paling cemerlang di Asia.
Kisah Seribu Satu Malam telah menunjukkan kekaguman kepada khalifah yang sering turun ke jalan-jalan di Baghdad untuk memperbaiki ketidakadilan dan membantu kaum tertindas. Ia taat menjalankan ajaran agama, tidak menyentuh minuman keras, saleh dan dermawan, namun ia gemar sekali hidup dalam penuh kemegahan sebagai lambang keagungannya. Agaknya karena fenomena inilah sehingga Abu Yusuf berkata bahwa pada diri Harun ar-Rasyid sebagai seorang khalifah, telah terkumpul padanya berbagai sikap dan watak yang saling berbeda, dalam waktu yang bersamaan, ia seorang tentara yang memiliki watak keras, seorang raja yang hidup bermewah- mewah, dan seorang yang berpegang teguh kepada agama dan takut kepada Allah.
Keperibadian Harun ar-Rasyid telah menyebabkan munculnya dongeng-dongeng rakyat dan menyebarkan pengaruh besar karena wataknya yang luhur terhadap masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Harun ar-Rasyid?
2. Bagaimana peranan Harun al-Rasyid dalam kekhalifahan Abbasiyah?
3. Bagaimana kemajuan yang dicapai pada masa Harun al-Rasyid?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui biografi singkat Harun al-Rasyid
2. Untuk mengetahui peranan Harun al-Rasyid dalam kekhalifahan Abbasiyah
3. Untuk mengetahui kemajuan yang dicapai pada masa Harun al-Rasyid
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Harun ar-Rasyid
Harun ar-Rasyid, dilahirkan pada bulan Pebruari tahun 763 M di Rayy. Ayahnya bernama Al-Mahdi bin Abu Ja’far al-Mansyur, khalifah ketiga dari dari Bani Abbasiyah. Ibunya bernama Khaizuran, seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan oleh Al1Mahdi.
Harun ar-Rasyid memperoleh pendidikan di istana, baik pendidikan agama maupun ilmu pemerintahan. Ia dididik oleh keluarga Barmaki, Yahya bin Khalid salah seorang anggota keluarga Barmak yang berperan dalam pemerintahan Bani Abbas, sehingga ia menjadi terpelajar, cerdas, pasih berbicara dan berkepribadian yang kuat.
Karena kecerdasannya, walaupun usianya masih muda, ia sudah terlibat dalam urusan pemerintahan ayahnya. Ia pun mendapatkan pendidikan ketentaraan. Pada masa pemerintahan ayahnya, Harun ar-Rasyid dipercayakan dua kali memimpin ekspedisi militer untuk menyerang Bizantium (779-780) dan (781-782) sampai ke pantai Bosporus. Ia didampingi oleh para pejabat tinggi dan jenderal veteran.
Sebelum menjadi khalifah, ia pernah memegang jabatan gubernur selama dua kali, di as-Saifah pada tahun 163 H \779 M dan di Magribi pada tahun 780 M. Setelah sempat dua kali menjadi gubernur, pada tahun 166 H/782 M Khalifah Al-Mahdi mengukuhkannya menjadi putra Mahkota untuk menjadi khalifah sesudah saudaranya, Al-Hadi, dan setelah pengukuhannya empat tahun kemudian yakni tepatnya pada tanggal 14 September 786 M Harun ar-Rasyid memproklamirkan diri menjadi khalifah, untuk menggantikan saudaranya yang telah wafat.
Setelah menduduki tahta kekhalifahan, ia pun mengangkat Yahya bin Khalid sebagai wazir (perdana menteri) untuk menjalankan roda pemerintahan dengan kekuasaan tidak terbatas. Ia berkata kepada Yahya: “Sesungguhnya Aku serahkan kepadamu urusan rakyat, tetapkanlah segala sesuatu menurut pendapatmu, pecat orang yang patut dipecat, pekerjakanlah orang yang pantas menurut kamu dan jalankan segala urusan menurut pendapatmu”.
Sang khalifah tidak secara niscaya diharapkan mengambil peran pribadi dalam pemerintahan, namun pada masalah-masalah yang menjadi keprihatinannya secara pribadi atau menjadi kepentingan khusus seperti derma, maka ia cenderung campur tangan (Hodgson, 2002: 77).
Masa pemerintahan Bani Abbasiyah, khalifah sangat diharapkan melaksanakan dua kewajiban serimonial yang cukup berat ia harus memimpin ibadah salat Jumat di ibukota, paling tidak pada peristiwa- peristiwa khusus. Dalam hubungan ini, sang khalifah menunjukkan diri sebagai pewaris Muhammad
Namun pada diri khalifah Harun ar-Rasyid dan sebagian besar yang mengikutinya, lebih suka menyerukan kepemimpinan aktual pada seorang wakil, sedang mereka sendiri hanya membentuk ma’mun, meskipun ditempatkan dengan aman disuatu tempat yang secara khusus dirancang dalam mesjid yang disebut maqshurah. Khalifah Harun menunjukkan contoh kepemimpinan yang tidak otoriter atau memonopoli segala urusan.
Pribadi dan akhlak Harun, suka bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan, beliau berselang seling menunaikan haji dan turun ke medan perang dari tahun berganti tahun. Beliau bersembahyang seratus rakaat setiap hari dan pergi menunaikan haji dengan berjalan kaki.
Ia tidak menyia-nyiakan kebaikan orang kepadanya dan tidak pernah menangguh-nangguhkan untuk membalasnya. Beliau menyukai syair dan para penyairnya serta gemar tokoh-tokoh sastra dan fikih, malah beliau sangat menghormati dan merendahkan diri kepada alim ulama. Namun semikian, ia pun sangat mencintai isterinya sehingga kalau ada yang berbuat salah pada isteri dan pembantu-pembantunya maka orang tersebut akan mendapat hukuman. Sebagai contoh, seorang hakim yang bernama Hafs bin Ghiyats telah dipecat dari jabatannya karena menjatuhkan suatu keputusan kepada salah seorang pembantunya Zubaidah.
Di antara sifat-sifat khalifah Harun ar-Rasyid yang amat menonjol ialah beliau kadang-kadang diumpamakan sebagai angin ribut yang kencang dan kadang pula sebagai angin yang bertiup sepoi- sepoi basah, beliau lebih mengutamakan akal daripada emosi, kalau marah beliau begitu garang dan menggeletar seluruh tubuh dan kalau memberi nasihat beliau menangis terseduh-seduh.
B. Peranan Harun Al-Rasyid Dalam Kekhalifahan Abbasiyah
1. Peranan Harun Al-Rasyid Sebagai Pemimpin Agama Dan Kepala Pemerintahan
Menurut ajaran Nabi Muhammad SAW agama dan negara merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain. Hal ini dikarenakan agama merupakan pengontrol serta pengatur batasan-batasan aturan yang dilakukan dalam pemerintahan. (Werf, 1953: 144). Sistem dan bentuk pemerintahan dinasti Abbasiyah pada hakikatnya tidak jauh berbeda dari dinasti Umayyah. Sistem dan bentuk pemerintahan monarki yang di pelopori oleh Muawiyaah bin Abi Sufyan diteruskan oleh Dinasti Abbasiyah dan memakai gelar khalifah, namun gelar khalifah pada zaman Dinasti Abbasiyah derajatnya lebih tinggi dari gelar khalifah di zaman Dinasti Umayyah.
Struktur organisasi Dinasti Abbasiyah terdiri dari al khilafat, al-wizarat (kementrian), al-kitabat dan al-hijabat. Lembaga al-khilafat dijabat oleh seorang khalifah sebagai mana telah disebutkan diatas jabatan khalifah berjalan secara turun temurun dilingkungan Dinasti Abbasiyah Lembaga al-wizarat (kementrian) dipimpin oleh seorang wazir seperti halnya menteri pada zaman sekarang. Lembaga dan jabatan ini baru dalam sejarah pemerintahan Islam yang diciptakan oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansur. Lembaga al-kitabat terdiri dari beberapa katib (sekertaris). Lembaga al-hijabat dipimpin oleh al hajib, tugas al-hajib ialah mengawal serta mengatur siapa saja yang ingin bertemu dengan khalifah. Pada zaman Khalifah Abbasiyah birokrasi diperketat hanya rakyat dan pejabat yang mempunyai urusan penting yang boleh bertemu langsung dengan khalifah.
Dalam mengembangkan dinasti Abbasiyah khalifah Harun al-Rasyid memiliki peranan yang sangat penting. Dimana pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid penuh dengan kemewahan, dan keindahan serta dikenal sebagai zaman kegemilangan. Kemurahan hati khalifah Harun al Rasyid menarik berbagai orang untuk datang ke Ibukota seperti ahli pengetahuan, pujangga, ahli seni musik dan lain-lain. Barang siapa yang pandai menarik hati khalifah Harun al-Rasyid akan menjadi pegawai istana.
Khalifah Harun al-Rasyid merupakan seorang khalifah yang halus budinya lagi peramah. Ada dua sifat yang dimiliki oleh khalifah Harun al-Rasyid, dimana kedua sifat ini sangat selalu menarik minat rakyatnya yaitu sebagai seorang khalifah yang pemberani dan pemurah. Khalifah Harun al-Rasyid memiliki pembendaharaan yang melipah seperti mata uang emas, perak, berlian dan permata. Selain itu, beribu-ribu ekor binatang peliharaan diberikan kepada rakyat serta hamba sahaya. Amat murah hati khalifah Harun al-Rasyid dan permaisurinya Zubaidha yang menganugerahkan uang kepada pemerintah dikota-kota suci yang berada ditanah Arab, sering kali khalifah Harun al-Rasyid turut serta bersembahyang bersama rakyatnya.
Delapan sampai sembilan kali khalifah Harun al-Rasyid menunaikan ibadah haji, bila berhalangan khalifah menyuruh alim-ulama untuk menggantikannya pergi berhaji ke Makkah. Ururan agama pun telah menjadi kokoh, hal ini terbukti dengan orang-orang zindik yang telah tiada sehingga tidak bisa bergerak dan muncul kembali. Agama memiliki peranan yang sangat penting serta memiliki pengaruh besar dalam masyarakat. Penghinaan terhadap orang-orang yang beragama pun semakin berkurang tidak seperti yang pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Untuk mensejahterahkan rakyatnya khalifah Harun al-Rasyid rela melakukan apapun, salah satu contoh keadaan aman yang diberikan khalifah Harun al-Rasyid untuk rakyatnya sehingga membuat pedagang, saudagar, kaum terpelajar dan jamaah dapat melakukan perjalanan di seluruh wilayah kekuasaannya. Selain itu dalam hal peningkatan kesejahteraan rakyat dan Negara Harun al Rasyid juga memajukan ekonomi, perdagangan dan pertanian dengan sisitem irigasi. Kemajuan sektor-sektor ini menjadikan Baghdad ibu kota pemerintahan Bani Abbas sebagai pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia. Pada saat itu banyak terjadi pertukaran barang serta valuta dari berbagai penjuru. Dengan demikian, Negara banyak memperoleh pendapatan dari kegiatan perdagangan tersebut lewat sektor pajak sehingga Negara mampu membiayai pembangunan sektor-sektor lain.
Harun al-Rasyid juga membangun sarana dan prasarana di kota Baghdad seperti masjid, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, toko obat, jembatan dan lain sebagainya. Tidak lupa pula Harun al-Rasyid juga membiayai pengembangan ilmu pengetahuan dibidang penerjemahan dan penelitian. Sebagai imbalannya negara mampu memberikan gaji yang tinggi kepada para ulama dan ilmuan. Di samping pembangunan untuk masyarakat juga didirikan beberapa istana yang mencerminkan kemewahan pada saat itu salah satunya adalah istana al Khuldi.
2. Peranan Harun al-Rasyid Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
Pada masa Kekhalifah Abbasiyah umat Islam mengalami suatu masa yang sangat gemilau yaitu perubahan baru tentang ilmu pengetahuan dan akal. Hal ini merupakan hasil logis dari zaman Khalifah Abbasiyah setelah mengalami perubahan sejarah tentang perkembangan pemikiran dari berbagai bangsa terutama bangsa Persia. Kecintaan para khalifah kepada ilmu pengetahuan sangat mendukung bahkan rakyat pun sangat berminat dan memiliki peranan penting. Hal ini menunjukkan bahwa Dinasti Abbasiyah sangat menekankan pembinaan pada peradaban dan kebudayaan Islam.
Pada masa kejayaan Islam banyak khalifah mencintai dan mendukung penuh aktivitas ilmu pengetahuan yang paling menonjol dan besar melalui penerjemahan. Para khalifah menerjemahkan dari buku-buku bahasa asing seperti bahasa Sansekerta dan Yunani ke dalam bahasa Arab. Jasa-jasa ilmuwan muslim dalam ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu lain tidak ternilai. Pada awalnya, para ulama memelihara dan mentransfer ilmu yang didapat melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur.
Kemudian barulah pada abad ke-7 para ulama menulis hadis, fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa meliputi segala bidang ilmu yang telah berhasil diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan menjadi buku buku yang disusun secara sistematis. Kegiatan ini berjalan melalui tiga periode. Pertama, pencatatan pemikiran, hadis dan hal-hal lain pada kertas kemudian dirangkap. Kedua, pembukuan pemikiran-pemikiran atau hadis-hadis nabi dalam satu buku, misalnya menghimpun hukum hukum fikih dalam buku tertentu dan sejarah dalam buku tertentu pula. Ketiga, penyusunan dan pengaturan kembali buku yang telah ada ke dalam pasal-pasal dan bab-bab tertentu, semua hal ini berlangsung pada masa kekhalifahan Abbasiyah.
Kestabilan politik, sosial dan budaya serta kemampuan ekonomi pada masa kekhalifah Harun al Rasyid tampaknya benar-benar membuat kondisi yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini juga di imbangi dengan lahirnya tokoh-tokoh brilian di berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti Jabir ibn Hayyan dengan karyanya yang berjudul The Father of Arabic Alchemy, Ali al-Tabari, al-Razi, Ali ibn al-Abbas, al-Majusi, dan ibn Sina. Pakar-pakar ilmuan di bidang kedokteran seperti al-Rusyd, al-Kindi, al-Farabi, ibn Tufail. Sedangkan para filsuf maupun tokoh-tokoh dalam bidang hukum (fikih) seperti Imam Abu Hanifah (700 – 765), Imam Maliki (713 – 795), Imam Syafi’i (765 – 870), dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780 – 855).
Harun al-Rasyid mencapai puncak kemasyuran karena perhatian yang tinggi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam dengan taraf yang belum pernah dicapai sebelumnya oleh pemimpin pemimpin yang lain. Harun al-Rasyid mendirikan beberapa lembaga pendidikan seperti Bait al-Hikmah (lembaga penerjemah), Majelis al-Muzakarah ialah lembaga yang mengkaji tentang masalah-masalah keagamaan. Majelis ini sering dilakukan di rumah-rumah, masjid-masjid, istana khalifah, dan rumah sakit.
Lembaga pendidikan di rumah itu telah ada lebih dahulu, bedanya pada masa Harun al-Rasyid banyak menunjuk rumah rumah dan masjid sebagai tempat belajar. Berikut ini merupakan lembaga pendidikan yang berkembang pada masa dinasti Abbasiyah yaitu pada masa Harun al-Rasyid di antaranya: kuttab, pendidikan rendah di istana, toko toko buku, majelis, rumah sakit, perpustakaan masjid dan rumah-rumah para ulama.
C. Kemajuan Yang Dicapai Pada Masa Harun Al-Rasyid
1. Mengembangkan Lembaga Pendidikan
Pendidikan dewasa tidak hanya dikembangkan dengan cara-cara yang sistematis atau di lembaga-lembaga formal, tetapi juga dilakukan di masjid-masjid yang terdapat di semua kota Muslim. Setiap masjid, selain sebagai pusat aktivitas keagamaan, juga berfungsi sebagai pusat-pusat pendidikan penting. Ketika seorang tamu megunjungi sebuah kota, ia bisa langsung mendatangi masjid jami dengan keyakinan ia bisa mengikuti perkuliahan tentang hadis.
Fenomena semacam itulah yang dicatat oleh Al-Maqdisi ketika ia mengunjungi kota Susa. Ahli geografi yang senang mengembara ini (hidup pada abad kesepuluh) menemukan berbagai halaqah atau lingkaran-lingkaran pendidikan di Palestina, Suriah, Mesir, dan Faris. Ia juga menemukan sekelompok pelajar yang berkumpul mengitari seorang guru (faqih), juga lingkaran para pembaca Al-Qur‟an dan karya sastra di masjid-masjid. Imam Asy-Syafi‟i sendiri memiliki halaqah semacam itu di Masjid „Amr di kota Fushtat. Ia mengajarkan berbagai materi setiap pagi hingga wafatnya pada tahun 820 M. Ibnu Hawqal menyebutkan adanya lingkaran belajar serupa di kota Sijistan. Materi yang disampaikan tidak hanya materi keagamaan, tetapi juga linguistik dan puisi. Setiap Muslim memiliki kebebasan untuk memilih materi kesukaannya yang disampaikan di masjid-masjid, yang bertahan hingga abad kesebelas dalam bentuk sekolah-sekolah Islam.
Beberapa lembaga pendidikan yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah di masa Harun Ar-Rasyid
a. Kuttab atau Maktab
Kuttab atau maktab, berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis. Jadi kuttab adalah tempat belajar menulis. Namun akhirnya memiliki pengertian sebagai lembaga pendidikan dasar. Kuttab merupakan lembaga pendidikan Islam yang terlama. Di awal perkembangan Islam, kuttab tersebut dilaksanakan di rumah-rumah gutu yang bersangkutan dan materi yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca syair-syair terkenal. Kemudian di akhir abad 1 H, mulai muncul jenis kuttab yang di samping memberikan pendidikan menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca Al-Qur‟an dan pokok ajaran agama.
Pada mulanya kuttab merupakan pemindahan dari pengajaran Al-Qur‟an yang berlangsung di masjid yang sifatnya umum (berlaku untuk anak-anak dan dewasa). Namun karena anak-anak pada umumnya sulit untuk menjaga kebersihan masjid, maka disediakanlah tempat khusus di samping masjid untuk mereka belajar Al-Qur‟an dan pokok-pokok agama. Selanjutnya berkembanglah tempat- tempat khusus (baik yang dihubungkan dengan masjid maupun terpisah) untuk pengajaran anak-anak dan berkembanglah kuttab-kuttab yang bukan hanya mengajarkan Al-Qur‟an, tetapi juga pengetahuan dasar lainnya. Dengan demikian kuttab berkembang menjadi lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal.
b. Pendidikan Rendah di Istana
Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para pejabat didasarkan bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah dewasa. Untuk itu, khalifah dan keluarganya serta pembesar istana lainnya berusaha mempersiapkan anak-anaknya agar sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugasnya yang akan diembannya nanti. Oleh karena itu, mereka memanggil guru-guru khusus untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak.
Di istana orang tua muridlah (para pembesar istana) yang membuat rencana pelajaran sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh orang tua dan sejalan dengan tujuan serta tanggung jawab yang akan dihadapi sang anak kelak. Guru pendidikan anak di istana disebut mu‟addib. Kata mu‟addib berasal dari kata adab, yang berarti berbudi pekerti. Fungsi mu‟addib adalah mendidikkan budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuan orang-orang terdahulu kepada anak-anak pejabat.
c. Toko-toko Buku
Selama masa kejayaan Dinasti Abbasiyah, toko-toko buku berkembang pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Uniknya, toko- toko ini tidak saja menjadi pusat pengumpulan dan penyebaran (penjualan) buku-buku, tetapi juga menjadi pusat studi dengan lingkaran-lingkaran studi berkembang di dalamnya. Pemilik toko buku biasanya berfungsi sebagai tuan rumah dan kadang-kadang berfungsi sebagai pemimpin lingkaran-lingkaran studi tersebut. Ini semua menunjukkan bahwa betap antusias umat Islam masa itu dalam menuntut ilmu.
d. Majelis Atau Salon Kesusastraan
Majelis atau salin kesusasteraan adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, majelis sastra ini mengalami kemajuan yang luar biasa, karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan yang cerdas, sehingga khalifah aktif di dalamnya. Pada masa beliau, sering diadakan perlombaan antara ahli-ahli syair, diskusi antara fukaha dan juga sayembara antara ahli kesenian dan pujangga.
e. Rumah Sakit
Pada masa Abbasiyah, rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang sakit, tetapi juga berfungsi sebagai tempat untuk mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan keperawatan dan pengobatan. Rumah sakit juga merupakan tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan. Ini pula tampaknya yang diterapkan oleh dunia pendidikan modern. Dalam sejarah Islam, Bimaristan adalah rumah sakit Islam pertama yang dibangun oleh Ar- Rasyid pada awal abad kesembilan, mengikuti model Persia.
f. Perpustakaan
Bait Al-Hikmah di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid, adalah merupakan salah satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu, dan berbagai buku-buku terjemahan dari bahasa Yunani, Persia, India, Qibty, dan Aramy. Perpustakaan-perpustakaan dalam dunia Islam pada masa jayanya telah menjadi aspek budaya yang penting, sekaligus sebagai tempat belajar dan sumber pengembangan ilmu pengetahuan.
g. Masjid
Pada masa Dinasti Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para penguasa pada umumnya dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas pendidikan. Seperti tempat untuk pendidikan anak-anak, pengajaran orang dewasa (halaqah), juga ruang perpustakaan dengan buku-buku yang lengkap.
Masjid dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam yang khas dan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, penyelenggaraan pendidikan di masjid sangat didukung oleh pemerintah, seperti Harun Ar-Rasyid dan dilanjutkan oleh khalifah sesudahnya. Di mana saja Islam tersebar pada abad pertama dengan perkembangannya yang luar biasa. Tradisi masjid sebagai pusat peribadatan juga menyertainya. Dengan demikian, wajar apabila Khalifah Abbasiyah sedikit demi sedikit melihat pentingnya masjid bukan hanya sebagai tempat peribadatan, melainkan juga sabagai pusat pengajaran bagi kaum muda.
h. Rumah-rumah Para Ulama
Pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, banyak rumah para ulama yang dijadikan tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Di antara rumah para ulama yang dijadikan tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ali ibn Muhammad al- Fasihi, dan lain-lain.
i. Madrasah
Madrasah sangat diperlukan keberadaannya sebagai tempat untuk menerima ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis. Sebab didirikannya madrasah adalah karena masjid-masjid telah dipenuhi dengan pengajian- pengajian dari para guru yang semakin banyak, sehingga mengganggu kenyamanan orang salat. Di samping itu juga karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan setalah semakin berkembangnya kegiatan penerjemahan buku-buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab.
2. Kebijakan Khalifah Harun Ar-Rasyid
Segala prestasi yang berhasil diukir Khalifah Harun Ar-Rasyid di atas tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh beliau sebagai pemimpin tertinggi. Berikut adalah beberapa kebijakan yang dibuat oleh Khalifah Ar-Rasyid.
a. Bidang Kesehatan
1) Mendirikan rumah sakit.
2) Mendirikan lembaga pendidikan kedokteran dan farmasi.
b. Bidang Sosial
1) Membangun pemandian umum.
c. Bidang Militer
1) Menerapkan ilmu pengetahuan ke dalam kemiliteran.
2) Membekali pasukan pemanah dengan pelontar nafa, pakaian anti api, dan pelontar bahan yang mudah terbakar untuk dilontarkan ke arah pasukan musuh.
3) Melibatkan arsitek yang bertugas membangun mesin pengepung seperti katapul, pelontar, dan pendobrak dalam pasukan.
4) Mengiringi pasukan dengan rumah sakit dan ambulans berbentuk gerobak yang ditarik oleh unta.
d. Bidang Pendidikan
1) Memuliakan guru dan ulama.
2) Mendirikan perpustakaan-perpustakaan.
3) Menerjemahkan buku-buku pengetahuan ke dalam bahasa Arab.
4) Memberikan penghargaan kepada siswa berprestasi.
5) Menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan.
6) Melibatkan peran orangtua dalam pendidikan.
7) Kurikulum berpusat pada Qur‟an
8) Mengutamakan ta‟dib dalam pendidikan
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Harun ar-Rasyid, dilahirkan pada bulan Pebruari tahun 763 M di Rayy. Ayahnya bernama Al-Mahdi bin Abu Ja’far al-Mansyur, khalifah ketiga dari dari Bani Abbasiyah. Ibunya bernama Khaizuran, seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan oleh Al-Mahdi. Harun ar-Rasyid memperoleh pendidikan di istana, baik pendidikan agama maupun ilmu pemerintahan. Ia dididik oleh keluarga Barmaki, Yahya bin Khalid salah seorang anggota keluarga Barmak yang berperan dalam pemerintahan Bani Abbas, sehingga ia menjadi terpelajar, cerdas, pasih berbicara dan berkepribadian yang kuat.
Karena kecerdasannya, walaupun usianya masih muda, ia sudah terlibat dalam urusan pemerintahan ayahnya. Ia pun mendapatkan pendidikan ketentaraan. Pada masa pemerintahan ayahnya, Harun ar-Rasyid dipercayakan dua kali memimpin ekspedisi militer untuk menyerang Bizantium (779-780) dan (781-782) sampai ke pantai Bosporus. Ia didampingi oleh para pejabat tinggi dan jenderal veteran. Pribadi dan akhlak Harun, suka bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan, beliau berselang seling menunaikan haji dan turun ke medan perang dari tahun berganti tahun. Beliau bersembahyang seratus rakaat setiap hari dan pergi menunaikan haji dengan berjalan kaki.
Struktur organisasi Dinasti Abbasiyah terdiri dari al khilafat, al-wizarat (kementrian), al-kitabat dan al-hijabat. Lembaga al-khilafat dijabat oleh seorang khalifah sebagai mana telah disebutkan diatas jabatan khalifah berjalan secara turun temurun dilingkungan Dinasti Abbasiyah Lembaga al-wizarat (kementrian) dipimpin oleh seorang wazir seperti halnya menteri pada zaman sekarang. Lembaga dan jabatan ini baru dalam sejarah pemerintahan Islam yang diciptakan oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansur. Lembaga al-kitabat terdiri dari beberapa katib (sekertaris). Lembaga al-hijabat dipimpin oleh al hajib, tugas al-hajib ialah mengawal serta mengatur siapa saja yang ingin bertemu dengan khalifah. Pada zaman Khalifah Abbasiyah birokrasi diperketat hanya rakyat dan pejabat yang mempunyai urusan penting yang boleh bertemu langsung dengan khalifah.
Dalam mengembangkan dinasti Abbasiyah khalifah Harun al-Rasyid memiliki peranan yang sangat penting. Dimana pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid penuh dengan kemewahan, dan keindahan serta dikenal sebagai zaman kegemilangan. Kemurahan hati khalifah Harun al Rasyid menarik berbagai orang untuk datang ke Ibukota seperti ahli pengetahuan, pujangga, ahli seni musik dan lain-lain. Barang siapa yang pandai menarik hati khalifah Harun al-Rasyid akan menjadi pegawai istana.
Khalifah Harun al-Rasyid merupakan seorang khalifah yang halus budinya lagi peramah. Ada dua sifat yang dimiliki oleh khalifah Harun al-Rasyid, dimana kedua sifat ini sangat selalu menarik minat rakyatnya yaitu sebagai seorang khalifah yang pemberani dan pemurah. Khalifah Harun al-Rasyid memiliki pembendaharaan yang melipah seperti mata uang emas, perak, berlian dan permata. Selain itu, beribu-ribu ekor binatang peliharaan diberikan kepada rakyat serta hamba sahaya. Amat murah hati khalifah Harun al-Rasyid dan permaisurinya Zubaidha yang menganugerahkan uang kepada pemerintah dikota-kota suci yang berada ditanah Arab, sering kali khalifah Harun al-Rasyid turut serta bersembahyang bersama rakyatnya.
Pada masa Kekhalifah Abbasiyah umat Islam mengalami suatu masa yang sangat gemilau yaitu perubahan baru tentang ilmu pengetahuan dan akal. Hal ini merupakan hasil logis dari zaman Khalifah Abbasiyah setelah mengalami perubahan sejarah tentang perkembangan pemikiran dari berbagai bangsa terutama bangsa Persia. Kecintaan para khalifah kepada ilmu pengetahuan sangat mendukung bahkan rakyat pun sangat berminat dan memiliki peranan penting. Hal ini menunjukkan bahwa Dinasti Abbasiyah sangat menekankan pembinaan pada peradaban dan kebudayaan Islam
Ada dua hal yang sangat berpengaruh dalam masa kepemimpinan khalifah Harun al-Rasyid, yakni dengan mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan dan membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung pertumbuhan dan kejayaan pada kepemimpinannya.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syalabi, Ahmad. 1993. Sejarah dan Kebudayaan 3. Cet. III. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Ahmad, Jamil. 1996. Seratus Muslim Terkemuka. Cet. VI. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Al-Maududi, Abu A’la. 1996. Khilafah dan Kerajaan. Cet. VI. Bandung: Mizan.
Tim Ensiklopedi. 1998. Ensiklopedi Islam. Cet. III. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve. Ahmad, Jamil. 1996. Seratus Muslim Terkemuka. Cet. VI. Jakarta: Pustaka Firdaus.
G.S. Hodgson, Marshall. 2002. The Venture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia Masa Klasik, Peradaban Khalifah Agung. Cet. II. Jakarta: Paramadina.
Al-Maududi, Abu A’la. 1996. Khilafah dan Kerajaan. Cet. VI. Bandung: Mizan.
Werf, J. Van Der. 1953. Sejarah Umum. Djakarta: Noordhoff-Kolff N.V.
Ismiyati Et Al., Peranan Harun Al-Rasyid Dalam Kekhalifahan Abbasiyah Tahun 786 – 809. Artikel Ilmiah Mahasiswa, 2015, I (1): 1-12
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Philip K. Hitti, History of the Arabs, terjemahan R. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014)
Muhammad Abul Qasim bin Hawqal (lahir di Nisibis, Upper, Mesopotamia, menjelajah sekitar tahun 943-969) adalah seorang penulis sejarah dan ahli geografi Muslim abad kesepuluh. Karyanya yang paling terkenal adalah Surah Al-Ard (The Face of the Earth) yang ditulis pada 977
Zuhairini et. al., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016)
0 Komentar