Fethullah Gulen juga tidak sepakat dengan adanya dikotomi ilmu, sehingga dia berpendapat bahwa filsafat pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang holistik dan tidak terpisah antara ilmu agama dan ilmu umum yang bertujuan untuk memperkaya pemikiran spiritual dan kritis baik bagi laki-laki dan perempuan. Kenapa demikian?, Karena ketika ilmu diberikan sekat atau dipisah menjadi dua kelompok, yakni antara ilmu agama dan ilmu umum, menurut Gulen justru merupakan suatu pandangan yang tidak menyeluruh atas ilmu Allah. Karena pada dasarnya seluruh ilmu yang ada itu satu kesatuan dan dari satu sumber, yakni dari Allah. Gulen sadar akan pentingnya menguasai ilmu pada bidang sains.
Menurut gulen tidak ada pemisah antara kebenaran spiritual dan sains, karena itu menurutnya tidak ada ketidakcocokan antara prinsip-prinsip Islam dan metodologi saintifik. Sehingga dalam filsafat ilmu ada beberapa filsuf yang berusaha memadukan dan memerangi nalar pikir yang mengelompokkan ilmu dalam dua bagian (agama dan umum). Mereka berupaya merawatnya dengan cara mengislamisasi ilmu, bukan berarti ilmu dibedakan dalam kategori Islam dan non Islam, hanya saja agar ada pengikat dari keduanya atau proses menuju bentuk asal, sehingga ilmu umum adalah bagian dari ilmu agama itu sendiri, karena memang ilmu itu bersumber dari satu sumber, hal ini sebagaimana pandangan Seyyed Hossein Nasr dalam konsep tauhid di atas.
Islamisasi ilmu pengetahuan ini diterangkan secara jelas oleh al-Attas, yaitu suatu pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis dan animistis, atau proses pembebasan manusia dari kultur nasional yang bertentangan dengan Islam, Islamisasi adalah suatu proses menuju pada bentuk asal. Secara umum, Islamisasi ilmu pengetahuan sendiri dimaksudkan untuk memberikan respon yang positif pada realitas ilmu pengetahuan modern yang bersifat sekuler dalam model pengetahuan baru yang utuh dan bersifat integral tanpa adanya pemisahan.
Menurut Ismail Raji Al-Faruqi dengan adanya dikotomi ilmu justru membuat umat Islam seakan berada di persimpangan jalan. Membuat sulit untuk menentukan pilihan arah yang tepat. Sehingga membuat umat Islam terkesan mengambil sikap mendua, antara tradisi keislaman dan nilai-nilai peradaban Barat. Pandangan dualisme yang seperti ini justru menjadi penyebab dari kemunduran yang dialami umat Islam.
By: Muhammad Zaironi, Santri Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang.
FB: Muhammad Zaironi. https://www.facebook.com/profile.php?id=100008292301957
Fanspage FB: Muhammad Zaironi
IG: Muhammad Zaironi. www.instagram.com/muhammadzaironi
Blogger: santrimenulis.com
0 Komentar