Titik-titik cahaya

 

Bunga


Secercah cahaya terjawabkan, tanya demi tanya yang tersusun rapi dan bertumpuk akhirnya menemui muara jawaban yang ditunggu. Secercah cahaya itu memberikan penerangan atas kegelapan selama satu bulan ini, mendung yang tak kunjung usai, hujan yang tak kunjung reda dan panas yang menghasilkan bayang-bayang. Butuh kesabaran untuk menemukan hasil dan jawabannya.

Tepat pekan ketika di bulan desember, akhirnya secercah cahaya bulan itu mengulurkan titik-titik cahayanya. Betapa bahagianya ranting daun itu mendapatkan cahaya tersebut, berhari-hari ia menunggunya melambai dengan penuh lesu, mendayu-dayu dengan gaya sederhananya melambai. apalah aku kata dauh, aku hanyalah selembar daun yang hina, diterpa anginpun mungkin sudah terbang dan dibuat bola tentang oleh ganasnya angin. aku memang hina, serba sederhana, kurang menarik, fisik serba pas pasan, apalah intimewanya daku ini.

tatkala daun itu mendapatlan titik-titik terang, ia sampaikan segenap apa yang mengganjal dalam hatinya, banyak hal yang membuatnya tersesak, sering kali nafasnya tersendat. Daun dengan santunnya berkata:

Aku tumpahkan semua keluh kesahku yang kutahan satu bulan ini, aku tidak pernah benar-benar bisa marah padamu atas apa yang telah kamu perbuat. Anehnya, ulu hati terus terenyuh tatkala membaca sikapmu dan narasi pesan yang kau kirimkan. kamu tidak pernah muncul selama ini, tapi aku juga yang harus tersiksa.

Daun berjanji,

Bagaimanapun kamu, aku tetap menatapmu. Kapanpun kamu, aku tetap menunggumu. Dimanapun kamu aku tetap akan mencarimu. Dan kapanpun itu, tetap aku tunggu. Sekalipun kamu tidak menatapku, tetap aku tatap dirimu. Sebagaimana aku menatap jemariku tatkala menengadah menghaturkan harap-demi harap dan pintaku pada sang maha kuasa, setiap waktu.

Aku bukan tipikal orang yang mudah menyerah, aku hanya butuh waktu menenangkan hati yang rapuh, mendinginkan kepala yang kian tumpang tindih dengan pertanyaan-pertnyaan tentangmu. Selama ini.

Kamu harus tau bahwa Ingatanku selalu basah dari namamu, hatiku selalu menarik erat cintamu. Aku cukup berdosa atas jeda-jeda temu, aku pantas dihukum seumur hidup olehmu, hidup bahagia bersamamu.

Aku sangat percaya bahwa ada cinta yang tumbuh tanpa alasan. Tapi aku juga sangat tidak percaya dengan tidak bisa mencintai tanpa alasan. Ibarat jagung tidak akan tumbuh tanpa ditanam, artinya tatkala jangung bertemu tanah, disitulah keduanya saling memupuk, saling mendukung, saling mengerti dan saling mengisi.

Sudahlah, kita hanya butuh berdiam untuk tidak saling sapa dahulu, menata jeda-jeda sapa dan menyusun jeda-jeda temu. Mungkin memang aku yang salah, kurng bisa mengerti tentang wanita, khususnya tentangmu. Mungkin memang aku yang salah, yang biasa saja tanpa bisa romantic seperti keinginanmu. Mungkin memang aku yang salah, serba biasa saja tidak seperti yang diharapkanmu. Tapi, andai kita hanya mau mencintai orang yang sesuai dengan keinginan kita, maka tentu mustahil kita akan menemukan orang yang benar-benar sesuai, se-spesifik, dan sebenar-benarnya seperti yang kamu harapkan. Karena di dunia ini yang ada hanyalah dicocokkan, saling dikenalkan, saling mengisi, saling mengerti, saling mengalah, dan saling mengistimewakan. yang tidak kalah penting adalah saling sabar, saling mensyukur dan terus bersyukur untuk bisa terus mencintai dan terus berusaha lebih mencintai.

Terimakasih Desember, tiga pekanmu membuatku rapuh tak berdaya atas cinta dan rinduku.

Tak apa aku hina dengan rasa ini, akan aku rawat dan aku istimewakan rasa ini kemudian hari, entah esok, lusa dan kapanpun itu. kita hanya butuh kesabaran untuk bertemu dengan waktu yang kita tunggu. Jangan terus lupakan doa-doa setelah shalat, sebagaimana tidak pernah lupanya kamu pada diayang selalu diingat.

Ini bukan tentang daun, mbuh tentang opo. 

 

0 Komentar