Kehidupan yang dihadapkan dengan serba kemudahnnya turut serta memberikan banyak akses yang untuk semua manusia tanpa membeda-bedakan antara kaum, ras, suku dan umat manapun. Kemudahan akses ini seakan membuat belahn dunia hanya bertetangga dan berhadapan latar serta teras rumah saja.
Perkembangan prilaku sosial turut andil dalam pembentukan karakter masing-masing manusia individual, sehingga antara gaya bahasa, intonasi dan pengucapannya juga berbeda-beda. Hal semacam ini harus difahami betul oleh setiap manusia. Selain karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari genggaman kehidupan sosial yang bermacam-macam latar belakang.
Dengan semakin canggihnya teknologi, manusia kerap kali lupa pada batas-batasan pemakaiannya, seperti HP, Laptop dll. Disisi umat manusia juga dihadaptakan dengan kecanggihan media sosial yang membuat kehidupan manusia memiliki dua alam, alam nyata dna alam tidak nyata melalui media sosial tersebut.
Dengan menggunakan media sosial, manusia yang tidak punya keilmuan bertetangga yang baik dalam sosial non nyata akan dengan mudah mengekspresikan sikap dan prilakunya, pun juga dalam menyikapi konten-konten yang ada dalam media sosial tersebut. Sulitnya lagi ketika umat manusia tersebut tidak mempunyai bekal keilmuan yang baik, sehingga membuatnya dengan mudah mengkritisi, mencaci, menghujat dan mencerca orang lain lewat media sosial.
Kritik sosial seharusnya lebih mendahulukan keilmuan dan cara yang bijak, tentu dengan bahasa yang baik. Kritik yang mendahulukan ego dan emosional akan berdampak pada tidak tersampainya subtansi kritiknya. Kritik yang fokus pada subtansi pembahasan yang disertai dengan sikap yang baik akan mudah diterima dari pada kritik yang mendahulukan otot dan dengan intonasi yang meninggi, hal ini akan membuat lawan diskusi atau orang yang dikritisi tidak melihat subtansi kritiknya, tapi fokus pada sikapnya yang kurang baik dalam mengkritisi.
Dalam mengkritisi, yang baik adalah tatkala pengkritik memiliki kapasitas keilmuan pada bidang kajian yang dikritisi, sehingga subtansinya menyentuh dan imbang dalam kajiannya. Amat sangat tidak elok ketika mengkritisi tapi tidak mempunyai fan keilmuan dibidang yang dikritisi, hal yang demikian hanya akan membuat diskusi ata dabat kusir yang pada akhirnya menuju pada pribadinya, bukan esensi subtansi pembahasannya. (AdHominem)
Kritik akan mudah diterima jika yang mengkritik mempunyai keilmuan dibidangnya, dengan sikap yang baik dan santun, dan mendahulukan bahasa yang baik. Bahkan seharusnya kita tidak mengritisi orang lain sebelum kita pakar dibidang keilmuan yang hendak dikritisi.
Imam Al Zhahabi menyinggung terkait hal ini, yakni sebagai berikut:
الجَاهِلُ لا يَعلَمُ رُتْبَةَ نَفْسِه ، فَكَيْفَ يَعْرِفُ رُتْبَةَ غَيْرِهِ "
الإمام الذهبي
Orang bodoh tidak tahu level (kapasitas keilmuan) dirinya, maka bagaimana ia bisa memahami level orang lain (yang lebih pintar)? - Al Zhahabi -
Dari pendapatnya Imam Al Zhahabi di atas, dapat kita simpulkan bahwa seharusnya kita tidak mengkritisi suatu statmen atau keilmuan seseorang sebelum kita mahir dibidang tersebut, kita menguasai dan memang benar-benar keilmuan kita ada dibidang tersebut. Denga demikian tidak terkesan suul adab dan merendahkan diri sendiri. Karena megkritisi tanpa punya keilmuan pada bidang yang dikritisi itu sama halnya dengan merendahkan diri sendiri. Karena ketika diminta pendapatnya secara ilmiyah dan berdasar dia sudah pasti hanya akan diam dan ngotot tanpa menyuguhkan dalil-dalil yang mendukung terkait kritiknya.
Jika dikatakan bahwa orang yang bermaksiat ialah hilang imannya seketika melakukan maksiat itu juga, maka orang yang mengkritisi keilmuan seseorang tapi dia tidak punya fan keilmuan atau ia tidak mengetahui sedikitpun ilmu terkait hal yang dikritisi, maka saat itulah ia dalam keadaan benar-benar bodoh dan mempertontonkan kebodohannya.
Dalam mengkritisi keilmuan atau sikap seseorang, hendaknya ia faham betul kaidah ilmu sosial, akhlak dan pengetahuan terkait yang dikritik. Jika tidak, maka dia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.
Salah kritik adalah ketika mengkriti orang yang lebih pintar dan dia tidak punya keilmuan terkait yang dikritik. Kritik yang salah ketika dia tidak mendahulukan akhlak dan pengetahuan dala, mengkritik, sehingga ia akan mengkritisi apapun yang ia anggap salah dan tidak sesuai dengan pemikirannya. tapi dia sendiri tidak punya keilmuan dibidangnya secara mendalam sehingga ia perpatokan pada kata POKOKNYA, INTINYA.Bukan berdasarkan menurut ini, berdasarkan keterangan dibuku ini, dikitab ini daN seterusnya.
Lebih baik kita diam dari pada mengusik orang lain dengan kebodohan kita, lebih baik kita diam dari pada kita merendahkan diri kita sendiri dengan kebodohan kita. dan lebih baik kita diam dari pada kita mengkritik orang lain, tapi justru kita mempertontonkan kebodohan kita.
Dan yang lebih baik lagi adalah kita fokus belajar, belajar dan belajar. Tapi jangan lupa bekerja dan berbadah. Bagaimana bisa beribadah dengan baik jika tidak punya ilmu. Karena itulah kita diwajibkan untuk terus belajar untuk memperbaiki kehidupan kita dalam berbagai aspek secara komprehensif.
0 Komentar