Pertemuan kita


Kamis 15 September 2022. Adzan subuh berkumandang disana sini, saling bersahut-sahutan dengan nada meleok leok dan menari nari dengan keindahannya sipemilik suara. Seluruh santri seperti kebiasaan dan rutinitas pada umumnya di mana setelah sholat subuh berjamaah kemudian dilanjutkan dengan kajian kitab yang langsung dipimpin oleh Kiyai. Kajian kitab hari kamis pagi ini dikhususkan untuk santri kelas lima diniah sampai kelas ma’had Ali. Sistemnya santri ditunjuk untuk membaca memaknai gundul kemudian diterjemahkan dan akhirnya kiyai memberikan penjelasan terkait dengan luas dan jelas. 

Rutinitasnya pengajian kitab ini maksimal jam 06.15 pengajian sudah selesai, namun demikian aku tidak mengikuti pengajian sampai selesai dikarenakan harus berangkat ke kampus yang jaraknya antara pondok dengan kampus cukup jauh, jika jalanan macet bisa memakan waktu sampai satu setengah jam. Tidak mengikutinya pengajian kitab sampai selesai pada mengajian kitab ini tidak begitu saja dilakukan dan semaunya. Namun sebelumnya sudah matur dan izin kepada kiyai dikarenakan perkuliahan sudah tatap muka termasuk untuk mahasiswa tingkat pascasarjana, khususnya program doktor PAI-BSI UIN Maliki Malang. Terlebih perkuliahan jam pertama dimulai di waktu yang cukup pagi, yakni jam 07.15-09.19. Sehingga agar tidak telat mengikuti perkuliahan diharuskan berangkat lebih awal dan pagi serta harus tahan dengan dinginnya udara di pagi hari.

Setelah sampai di kampus 2 UIN Maliki Malang yang dikhususkan untuk perkuliahan mahasiswa pascasarjana tingkat magister dan doktoral. Aku kemudian menuju ruang lobi, menuju ke lantai tiga dengan menaiki lif. Memasuki lif kemudian menekan angka tiga yang menunjukkan menuju lantai tiga Gedung B, di mana ruangan di lantai tiga rata-rata diperuntukkan untuk mahasiswa magister dan doktor PAI dan MPI. Gedung B tentu berbeda dengan Gedung A yang mana di Gedung A biasanya dikhususkan untuk mahasiswa PBA dan PGMI. Sehingga tidak ada alasan bagiku untuk bertemu dengan si dia. wkwkw..

Perkuliahan berjalan seperti biasanya, di minggu ke dua perkuliahan ini Sebagian dosen baru memulai pertama perkuliahan tatap muka dikarenakan sebelumnya ada beberapa dosen yang belum bisa masuk kelas mengajar, sebab jadwal beliau mengajar ada yang kres atau tabrakan dengan jadwal mengajar di kelas yang lainnya. Terlebih bagi ketua kelas yang menjadi penanggung jawab untuk berkomunikasi dengan dosen harus ekstra dan santun dalam mengubungi dosen untuk memberi tahu jadwal mengajarnya dan menyesuaikan juga dengan jadwal mengajarnya teman-teman kelas di masing-masing kampus tempat mengabdinya. Karena sudah tidak asing lagi bahwa mahasiswa S3 mayoritas sudah banyak yang bekerja baik mengabdikan diriy sebagai dosen ataupun pekerjaan lainnya.

Tepat jam pertama usai, 10 menit kemudian dilanjutkan dengan perkuliahan mata kuliah ke dua yang dibimbing langsung oleh Prof Dr. Hj. Sutiah, M,Pd. Beliau cukup menyenangkan dalam mengajar, penjelasannya bagus dan luas menunjukkan wawasannya sangat luas dan keilmuannya cukup tinggi dan kompeten. dua jam perkuliahan dengan beliau pada mata kuliah Studi Mandiri, kemudian mahasiswa istirahat kurang lebih satu jam yang diperuntukkan sholat dan makan sebelum melanjutkan perkuliahan ke tiga dan seterusnya bagi mahasiswa yang masih ada jadwal kuliah setelah dzuhur.

Namun demikian, teman-teman kelas PAI-BSI semester dua justru memilih makan dulu kemudian sholat, bukan niat menomor duakan sholat dan lain-lain. Namun memang pada dasarnya kita belum makan pagi, terlebih yang belum menikah dan berangkat dari pesantren, siapa yang mau memasak untuk kalangan yang seperti ini? wkwkwk. Istri saja belum punya hehe. Bahkan mereka yang sudah berkeluargapun rata-rata juga belum sarapa dikarenakan memang berangkat kuliah cukup pagi.

Setelah makan selesai, tiba-tiba akupun dikagetkan dengan wajah cewek yang sekilas mirip dengan dia, dia yang istimewa, dia yang selalu ingin dilihat, dia yang selalu disebut dalam doa, dia yang mau menjadi bagian dalam hidup ini nantinya. iya, dia tunanganku, dia mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang prodi PGMI yang masih menjalani perkuliahan semester tiga. Meskipun dia S1 dan S2 nya di UIN Maliki, begitupun denganku S2 nya di UIN Maliki dan kemudian dilanjutkan studi doktor di UIN Maliki juga. Namun kita sebelumnya tidak pernah bertemu dan dipertemukan. Bahkan ketika kita sudah bertunanganpun ketika kuliah juga tidak pernah bertemu, selain karena Gedung perkuliahan kita beda, aku di Gedung B lantai tiga dan dia di Gedung A lantai tiga juga. Meskipun kemungkinan untuk bertemu sangat besar, karena antara lantai tiga Gedung A dan B itu ada jalan penyambung, juga hari perkuliahan kita sama, yakni hari kamis dari pagi sampai sore. Bisa saja kita janjian, Namun kita tidak menghendaki yang demikian.

Ketika perkuliahan terakhir sudah usai, kemudian aku dan teman-teman pulang. Dan tanpa disengaja kitapun bertemu dan ini merupakan pertemuan kali pertama kita, pertemuan ini tanpa kita sengaja, tidak ada janji dan semacamnya. Tepatnya ketika aku mengendarai motor untuk keluar dari kampus bersama teman untuk beli makan, dan dia ternyata baru usai melaksanakan sholat asar bersama dengan teman-teman kelasnya. 

Pada awalnya aku lebih dahulu melihat dia sedang memasang sepatu uniknya, aku lebih memilih pura-pura tidak tau wkwkwk. Meski pada akhirnya dia lebih dahulu menyapa dan memanggilku dengan panggilan yang menurutnya keras tapi sedikitpun aku tidak mendengarnya, yakni dengan panggilan PAK USTAADD..  entah apa yang membuat aku tidak bisa mendengar panggilannya ini, mungkin karena waktu itu aku sedang fokus mendengarkan teman yang bertanya-tanya soal tugas yang kebetulan ikut motorku, dia dosen di UNZAH Genggong. Atau mungkin memang begitulah dahsyatnya pertemuan sehingga telingapun bisa tuli, mata bisa pura-pura tidak mengetahui dan mulut berat untuk angkat suara. wkwkwk.

Iya, memang kita tidak ada panggilan istimewa, mungkin memang begitu. Berbeda dengan orang-orang di luar sana yang masih pacaran saja panggilannya sudah satu digit lebih menggelitik di atas panggilan suami istri yang sah, ada yang memanggil sayang, bebeb, hubbi, papi mami, Abi umi dan seterusnya. Kita lebih menghindari panggilan-panggilan semacam itu atau panggilan yang lainnya. kita lebih berusaha menggunakan aku dan kamu sehingga meminimalisir adanya panggilan yang lainnya. Paling mentok ya panggilan MAS dan ADEK, hehehe.. Itupun sudah membuatku berasa dibacakan syair-syair yang cukup dalam maknanya. Kata ustadzku dulu, panggilan MAS dari pasangan itu membuat telinga gerimingan dan jantung berdebar. wkwkwk

Dalam pertemuan itu kita hanya bertukar sapa dan saling menundukkan kepala tanda sapa telah usai. Namun demikian dia masih memberiku bonus dari pertemuan yang melahirkan sapa, yakni bonus senyumnya yang khas, manis, unik dan indah. hehe.. Senyum yang ingin selalu aku lihat terbitnya, keindahannya dan kerenyahannya. loh kok renyah, memangnya ada senyum yang mlempem? ya ada dong, senyumnya depkolektor wkwkwk.

Meski panggilan dia “PAK USTAADD” tidak aku dengar, namun dia tetap sumringah menyapaku, ya seperti orang yang baru kenal, malu-malu tapi mau disapa. hehehe. tapi kita memang baru kenal loh ya. singkat dan Alhamdulillah mendapatkan jalan yang baik. Doakan kita ya, semoga seterusnya baik dan hidup bersama dalam ikatan halal sampai ke surganya. Intinya yang terbaik.

Huh, jadi semakin mengerti makna dari jawaban Qais ketika ditanya perihal pilihan antara dunia seisinya dan laila. Qais berkata bahwa antara dunia dan seisinya lebih aku cinta sebutir debu yang pernah hinggap pada sandalnya laila. Wkwkwk. 

Begitu dahsyatnya goncangan cinta, bahkan pernah diceritakan tatkala salah satu sahabat terkena panah saat peperangan. Untuk mencabutnya justru ketika ia melaksanakan sholat. Sholatnya kita tentu berbeda dengan kualitas sholatnya para sahabat tersebut. Sahabat nabi sholat sedangkan panah yang menancap dicabut oleh sahabat yang lain, tapi justru tidak ada rasa sakit yang sahabat rasanya. Yang demikian sholat yang benar-benar khudur, khusu' dan ada cinta didalamnya.

Diantara dahsyatnya pengaruh cinta ialah ketika sayyidina abu bakar terkena gigitan ular dan dia sedikitpun tidak menggerakkan kakinya, semua itu ia lakukan karena Baginda Rasulullah sedang tertidur dipangkuannya. Dahsyat bukan pengaruhnya cinta? Cinta akan menjadi baik jika dikendalikan dengan asas-asas yang baik, benar dan mulia. Punjuga sebaliknya, cinta akan membawa pada kemaksiatan dan kemungkaran jika tidak dapat mengendalikan ego dan nafsunya.

Seketika itu, aku yang awalnya sangat lapar, ketika sampai di warung bukannya langsung memesan makanan tapi memastikan senyumnya yang tadi sama persis dengan senyumnya dia ketika foto sama bibik memakai HP ku, wkwkw. Jadi pas dia ke rumah dengan keluarganya, bibik foto sama dia dan menggunakan HP aku, jadi untuk dapat foto dia tidak perlu repot-repot hehehe.

Sejujurnya, aku sendiri takut untuk menyapanya, gugup untuk berucap dan angkat suara. Mungkin karena banyak kata yang pernah menyakiti diriku sendiri, banyak fenomena yang menyakitkan pada perjalanan hidup sebelum kenal dengan dia, sehingga benar-benar bingung mau menyapanya dengan cara bagaimana dan seperti apa, bagiku satu kata yang membuatku takut untuk mengulang merangkai kata itu akan selalu aku ingat, bahkan ketika aku bertemupun akan berfikir lama untuk menyapanya hanya karena bingung untuk memilih kata, kata yang simple dan cukup santun sebagai sapaan. Padahal ini ke tunaganku sendiri, tapi ya begitulah. jenenge ae isin.. Selain karena dia sedang bersama dengan temannya, sekilas pertemuan itu saja sudah membuat Sebagian temannya bertanya-tanya. siapa tadi yang dipanggilnya dengan panggilan PAK USTAADD, kenapa kamu tiba-tiba senyum-senyum juga, hehehe.. Mungkin dia sudah cerita panjang lebar tentang kita, khususnya tentangku wkwkwk.

Kamis, terimakasih untuk hari ini, hari dimana aku mencari dan mempelajari ilmu, hari dimana aku bertemu dengan kekasihku, eh tunanganku maksudnya. Dipojok masjid yang tiba-tiba mempertemukanku dengan dia tiba-tiba tanpa disangka dan tanpa ada janji di antara kita. Kita yang kemudian saling sapa, menundukkan kepala tanpa akhir dari sapa. Disitulah aku melihat senyuman mahasiswi berkarakter Ulul Albab, hihihi. Duh Gustii,, bahagiane aku dino iki, meski tugas kuliah tambah dikerjakne ora tambah mari, tapi tambah dikek i lan diimbui. Maturnuwun Gusti, matur nuwun sanget. Aku memang pernah gagal merawat cinta dan merawat restu orang tua melalui dia yang berlalu. Tapi tolong, untuk aku dengan dia yang sekarang, jadikan kita yang sudah terikat tunangan ini terus menjadi yang lebih baik, giat belajar, hingga pada waktunya nanti kita disatukan dalam ikatan yang sah. ikatan yang membolehkan aku memetik senyumnya, ikatan yang membolehkan aku memandangnya lebih lama dan berlama-lama dalam memandangnya. Ikatan yang membolehkan aku duduk berdua dan membahas visi misi dan tujuan rumah tangga yang agamis, dan harmonis sesuai kaidah-kaidah dalam Islam.

Gusti, maturnuwun sanget sampun maringi dek e seng gemati, sholihah semangat belajar lan pinter ngaji. Maturnuwun sanget Gusti..


Caffe Jemblung, Malang, 15 September 2022


Aku, seng bok celok MAS dek. wkwkwk

0 Komentar