Filsafat Ilmu Pendidikan Islam

    

 

BAB I
PENDAHULUANA

A.    Latar Belakang

        Filsafat dan pendidikan merupakan dua ilmu yang tidak bisa dipisahkan, hal ini dikarenakan filsafat sendiri menjadi ujung tombak dalam pola berfikir dalam pendidikan dan pendidikan untuk semua manusia. Karena itu fisafat tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, karena sejarah filsafat erat kaitannya dengan sejarah manusia pada mala dahulu.[1]

        Filsafat yang dijadikan sebagai pandangan hidup, erat kaitannya dengan nilai-nilai tentang manusia yang dianggap benar sebagai pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa untuk mewujudkannya yang terkandung dalam filsafat tersebut. Oleh karena itu suatu filsafat yang diyakini oleh suatu masyarakat atau bangsa akan berkaitan erat dengan sistem pendidikan yang dirasakan oleh masyarakat dan bangsa tersebut.

        Filsafat pendidikan sebagai usaha untuk mengenalkan filsafat pendidikan dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya. Filsafat pendidikan sendiri adalah disiplin ilmu yang mempelajari dan berusaha mengungkap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis dengan tujuan pendidikan mempunyai arti yang jelas, karena pendidikan sangat pesar peranannya dalam membina kemajuan suatu bangsa sesuai dengan filsafat yang diyakini.

        Adapun pendidikan Islam adalah pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri, yakni pendidikan yang didirikan dan dikembangkan diatas dasar ajaran Islam, seluruh pemikiran dan aktifitas pendidikan Islam tidak mungkin lepas dari ketentuan bahwa semua pengembangan dan aktifitas kependidikan Islam haruslah merupakan realisasi atau pengembangan dari ajaran Islam.

        Pada hakikatnya pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontiniu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya.


B.     Rumusan Masalah

        Dalam pembahasan ini penulis akan merumuskan beberapa permasalahan yang akan diangkat sebagai kajian. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1.    Apa yang dinamakan dengan filsafat?

2.    Apa yang disebut dengan pendidika?

3.    Apa pengertian filsafat pendidikan?

4.    Bagaimana filsafat pendidikan barat?

5.    Apa saja aliran filsafat pendidikan barat?


C.    Tujuan Penulisan

        Adapun tujuan dari penulisan makalah ini tidak lepas dari rumusan masalah yang diangkat, yakni sebagai berikut:

1.    Apa yang dinamakan dengan filsafat

2.    Apa yang disebut dengan pendidikan

3.    Apa pengertian filsafat pendidikan

4.    Bagaimana filsafat pendidikan barat

5.    Apa saja aliran filsafat pendidikan barat


 BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat

        Kata Filsafat berasal dari bahasa inggris dan bahasa Yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahas Yunani philein atau philos dan sofein atau sophi. Philos, artinya cinta, sedangkan sophia, artinya kebijaksanaan. Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa arab, yaitu falsafah, yang artinya al-hikmah. Dengan demikian filsafat dapat diartikan “cinta kebijaksanaan atau al-hikmah”. Orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan atau kebenaran disebut dengan filsuf.[2]

        Menurut Sidi Gazalba, filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.[3] Filsafat merupakan sikap, sebuah sikap hidup dan sikap terhadap kehidupan. Dengan melakukan penyikapan terhadap hidup maka manusia perlu mengetahui hakikat hidup ini. Pengetahuan tentang hidup ini menjadi penerang jalan kehidupan. Setelah manusia memilki jalan kehidupan maka manusia dapat mencapai tujuan hidupnya.[4]

        Pengertian filsafat dari segi istilah sangat beragam. Keragaman tersebut disebabkan oleh keragaman pemikiran dan perbedaan sudut pandang ketika melihatsuatu objek filsafat. Berkenaan dengan pengertian filsafat tersebut, bisa menggunakan dan mencarikannya dengan pendekatan filosofis. Tentunya, jika hal itu yang digunakan, maka sangat wajar pendefinisian tentang filsafatsangat beragam dan bervariasi, baik dari segi makna maupun ruang lingkupnya.[5]

        Dari definisi diatas masih ada beberapa filsuf yang mendefinisikan Filsafat. Berikut ini disampaikan beberapa definisi filsafat dari sebagian filsuf.

1. Plato (427-348 SM). Filsuf Yunani yang termashur, murid Socrates dan guru Aristoteles ini mendefiniskan filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.

2. Aristoteles (382-322 SM). Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran mengenai ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Menurut dia ilmu filsafat itu adalah ilmu mencari kebenaran pertama, ilmu tentang segala yang ada yang menunjukkan ada yang mengadakan sebagai penggerak pertama.

3. Al-Farabi (870-950). Filsuf terbesar sebelum Ibnu Sina mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bagaimana hakekat yang sebenarnya.

4. Rene Descartes (1590-1650), seorang tokoh utama Renaissance, men-definisikan filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.

5. Immanuel Kant (1724-1804), seorang filsuf yang sering disebut raksasa pikir Barat mendefinisikan filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:

a.    Metafisika, menjawab apa yang dapat kita ketahui.

b.    Etika, menjawab apa yang boleh kita kerjakan.

c.    Agama, menjawab sampai dimana harapan kita.

d.   Antropologi, menjawab apa yang dinamakan manusia.


6.   Theodore Brameld, mendefinisikan filsafat merupakan usaha yang gigih dari orang orang biasa maupun orangorang cerdik pandai untuk membuat kehidupan sedapat mungkin dapat dipahami dan bermakna.[6]

        Harold Titus mengemukakan lima pengertian mengenai filsafat adalah sebagai berikut:5

1.  Falsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis.

2.   Falsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.

3.   Falsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.

4.   Falsafat adalah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.

5.  Falsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli falsafat.

Selanjutnya Harun Nasution memberikan definisi filsafat adalah:[7]

1.   Pengetahuan tentang hikmah

2.   Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar

3.   Mencari kebenaran

4.   Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.

        Dengan demikian Nasution berpendapat bahwa, intisari Filsafat ialah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar persoalannya.

        Berdasarkan pengertian yang bermacam-macam itu, penulis berpendapat bahwa mempelajari filsafat berarti mencari pengetahuan tentang hikmah, prinsip dan dasar-dasar untuk mencapai kebenaran dengan melalui daya nalar atau cara berpikir dengan menjadikan segala yang ada sebagai obyeknya. Namun perlu diketahui bahwa kebenaran yang mutlak hanya datang dari Tuhan sebagai sumber segala ilmu pengetahuan.

        Hikmah dengan pengertian seperti diatas bukan hanya dibutuhkan oleh filosof, tetapi juga di butuhkan oleh semua manusia dengan melalui pendidikan termasuk pendidikan Islam. Guru yang berkecimpung di bidang pendidikan Islam harus memiliki hikmah agar sanggup menumbuhkan bakat peserta didiknya dan mengarahkannya kepada kebaikan dalam suasana kasih sayang dan hubungan sosial.


B.     Pengertian Pendidikan

        Pendidikan didefinisikan dalam beragam pendapat dan statement. Keragaman pendapat merupakan hal yang patut disyukuri sehingga membuka peluang untuk membandingkan berbagai pendapat dan menambah khazanah pengetahuan. Beberapa definisi pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut. Dalam Kamus Besar disebutkan :Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakaan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, dan cara mendidik.

        Menurut pengertian tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan melalui proses pelatihan dan cara mendidik. Para ahli tak ketinggalan mengemukakan beberapa definisi, diantaranya:[8]

1.      Edward Humrey

    Education mean increase of skill develofment of knowlodge and undestanding as a result of training, study or experience“ Pendidikan adalah sebuah penambahan ketrampilan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman sebagai hasil latihan, study atau pengalaman.

2.      Ki Hajar Dewantara

    Pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dan mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

3.      Driyarkara

    “Pendidikan adalah memanusiakan manusia” Definisi ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha yang sistematis yang bertujuan agar setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu di dalam kehidupannya, yaitu tercapainya kebahagiaan lahir batin.

        Arti penting pendidikan, menempatkannya pada strata tertinggi kebutuhan manusia. Karena itu pendidikan menjadi barometer kemajuan dan peradaban. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat pendidikan bangsa tersebut. Tidaklah mengherankan jika kemudian Negara mengatur dan menjadikan pendidikan sebagai salah satu persoalan penting yang harus dibenahi dengan sebaik-baiknya.

        Demikian halnya dengan Indonesia, pendidikan merupakan satu bidang yang menjadi tanggung jawab Negara. Pembukaan UUD 1945 jelas mengamanatkan untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Amanat yang dituangkan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

        Dari definisidiatas, terlihat bahwa usaha pendidikan berupaya mengarahkan seluruh potensi peserta didik secara maksimal agar terwujud suatu kepribadian yang sempurna pada dirinya. Harapan terhadap dunia pendidikan sangat besar untuk membawa pesertadidik kearah kualitas hidup yang sebaik-baiknya.[9]


C.    Pengertian filsafat Pendidikan

        Dalam memahami apa pengertian dari filsafat pendidikan, maka dapat digunakan dua pendekatan, yaitu:

1.    Pendekatan tradisional

2.    Pendekatan kritis.

        Pertama, filsafat pendidikan dalam arti tradisional adalah filsafat pendidikan dalam bentuk yang murni. Pendekatan ini telah berkembang dengan menghasilkan berbagai alternatif jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan filosofis yang diajukan dalam bidang pendidikan yang jawabannya terdapat dalam berbagai aliran filsafat pendidikan.

        Kedua, Pendekatan pemikiran kritis. Dalam pendekatan ini pertanyaan yang diajukan dapat disusun dan tidak terikat periode waktu serta dapat menerapkan analisis yang dapat menjangkau waktu kini maupun yang akan datang.

        Analisa yang digunakan adalah dengan 2 (dua) cara analsis yaitu analisis bahasa (linguistik) dan analisa konsep. Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat mengenai makna. Analisa bahasa sangat diperlukan untuk mennghasilkan tinjauan yang mendalam. Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai gagasan atau konsep. Jawaban-jawaban dalam analisas konsep berbentuk definisi definisi yang diungkapkan oleh tokoh (Prasetya,2002:20).

        Pengertian filsafat pendidikan dapat diketahui pula dengan melakukan kajian terhadap hubungan filsafat dan pendidikan. Menurut beberapa ahli pikir adalah sebagai berikut:

1. John Dewey memandang pendidikan sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir maupun daya perasaaan, menuju ke arah tabiat manusia. Filsafat dalam hal ini dapat disebut sebagai teori umum pendidikan. Tugas filsafat dan pendidikan adalah seiring yaitu sama-sama memajukan hidup manusia;

2. Thomson mengatakan bahwa filsafat berarti “melihat seluruh masalah tanpa ada batas atau implikasinya”. Filsafat adalah suatu bentuk pemikiran yang konsekuen, tanpa kenal kompromi tentang hal-hal yang harus diungkap secara menyeluruh dann bulat;

3.  Van Cleve Morris menyatakan, pendidikan adalah studi filosofis, karena itu sebenarnya bukan hanya alat sosial semata, tetapi juga menjadi agen yang melayani hati nurani masyarakat dalam memperjuangkan hari esok yang lebih baik (M. Arifin, 2005:4).

        Filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah pendidikan. Filsafat pendidikan juga diartikan sebagai teori pendidikan. Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisa filosofis terhadap bidang pendidkan.

        Membuat pengertian tentang filsafat pendidikan mungkin dapat ditempuh melalui dua cara. Pertama, dengan penekanan yang lebih dominan kepada filsafatnya. Kedua, dengan memposisikan pendidikan sebagai yang dominan dan filsafat sebagai alat analisis terhadap pendidikan tersebut.

        Dengan demikian filsafat pendidikan dapat dipahami sebagai aplikasi filsafat dalam pendidikan. Juga dapat dimengerti sebagai berpikir secara radikal, sistematis, dan universal tentang pendidikan. Kedua pengertian itu dapat dipakai terutama disebabkan karena masing_masing, baik filsafat ataupun pendidikan memiliki otonomi. Mengapa disebut otonom, karena keduanya memiliki objek kajian atau objek penelaahan. Masing-masing pula memiliki sistematika tersendiri.[10]

 

D.    Filsafat Pendidikan Barat

        Dalam catatan sejarah, diketahui filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani merupakan bangsa pertama yang menggunakan akal untuk berpikir. Hal ini dikarenakan kesenangannya merantau sehingga mereka mampu berpikir secara bebas.[11] Saat Yunani Kuno, agama berpengaruh.Namun yang dominan adalah filsafat. Tokohnya saat itu adalah Thales (640-545 SM). Ia mengemukakan esensi segala sesuatu adalah air.[12]

        Selanjutnya, pada abad pertengahan dunia Barat didominasi dogmatisme gereja. Saat itu pendidikan diserahkan pada gereja, sehingga masa itu disebut masa skolastik. Setelah itu, tiba masa Renaissance yang memisahkan antara ilmu pengetahuan dan agama.

        Pada masa Renaissanece muncul Bapak Filsafat, Rene Descartes (1596-1650). Ia mempelopori aliran Rasionalisme dengan mengutamakan akal sebagai sumber pengetahuan. Selanjutnya muncul aliran Empirisme dengan pelopornya Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Aliran ini menganggap pengalaman merupakan sumber pengetahuan.[13] Lalu muncul aliran idealisme Transendental dengan tokohnya Imanuel Kant. Aliran ini menganggap pengetahuan merupakan sintesa antara apa yang secara apriori dan aposteriori. Aliran filsafat lain juga muncul yaitu aliran Positivisme yang dipelopori oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Aguste Comte. Dalam aliran ini kebenaran metafisik ditolak.

        Berikutnya, aliran Positivisme melahirkan aliran yang bertumpu pada hal-hal bersifat materi atau kebendaan yang dikenal dengan aliran Materialisme. Di antara tokohnya adalah Hobbes (1588-1679) dan Karl Marxs (1820-1883). Menurut Hobbes sebagaimana yang dikutip oleh S. Takdir Alisjahbana, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah gerak materi, bahkan baik tanggapan, pikiran maupun perasaan manusia pun merupakan gerak materi.[14]

        Senada dengan pendapat Hobbes, Karl Marxs memiliki pandangan bahwa "kenyataan yang ada adalah dunia materi dan manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat dikarenakan faktor materi".[15] Oleh karenanya, pendidikan bertujuan meraih kesuksesan di dunia. "education was highly regarded as the means to wordly success".[16]

        Menurut Uyoh Sadullah implikasi aliran ini dalam dunia pendidikan adalah gerak pikir di dalam otak merupakan hasil dari peristiwa lain dalam dunia materi.[17] Segala tindakan manusia pun dipengaruhi oleh materi di sekitarnya. Konsep ini di dukung oleh aliran Behaviorisme dalam bidang psikologi dengan teorinya Conditioning theory. Teori ini menjelaskan tingkah laku manusia merupakan respon terhadap stimulus yang ada.[18]


 E.     Aliran Filsafat Pendidikan Barat

1.   Progressivisme

        Aliran ini berkembang pada permulaan abad 20. Pelopornya adalah William James (1842-1910). Ia berpendapat teori merupakan alat untuk memecahkan masalah dalam pengalaman hidup manusia.[19] Sedangkan tokoh lainnya adalah John Dewey. Pemikirannya terkait pendidikan adalah sekolah merupakan model masyarakat demokratis yang berbentuk kecil.

        Di dalam sekolah peserta didik belajar dan mengaplikasikan beberapa keterampilan untuk hidup dalam masyarakat demokrasi. Mereka mengalami berbagai pengalaman sehingga mampu mengahadirkan realitas dunia luar.[20] Jika implikasinya kita kaitkan kurikulum, maka kurikulum harus terbuka, disesuaikan dengan kebutuhan lokal dan berpusat pada pengalaman

        Aliran Progresivisme ini juga berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam keberlangsungan manusia itu sendiri. Sehubungan dengan hal itu, progresivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter.

        Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan-tujuan (yang baik), karena kurang menghargai dan memberikan tempat yang semestinya kepada kemampuan-kemampuan dalam proses pendidikan. Padahal semua itu adalah ibarat motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan (proggress). Oleh karena itu, kemajuan (progress) ini menjadi perhatian kaum progresivisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang oleh progresivisme merupakan bagian-bagain utama dari sebuah peradaban.


2.    Esensialisme

        Aliran ini dirintis oleh William C. Bagly (1874-1946). Dalam pandangan aliran ini, pengetahuan bersifat esensial bagi tiap individu agar ia dapat hidup yang produktif.16 Fungsi utama sekolah adalah untuk mentransfer kebudayaan dan warisan budaya kepada peserta didik dan generasi berikutnya.[21] Implikasinya dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan psikologi dan keterampilan yang dimiliki peserta didik.

        Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.[22]

        Idealisme sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.

Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri.


3.   Perennialisme

        Aliran ini menentang aliran Progresivisme tentang perubahan dan sesuatu yang baru.[23] Menurut Muhammad Noor Syam aliran ini sebagai regressive road culture, maksudnya jalan kembali atau mundur pada kebudayaan yang lama dikarenakan melihat krisis budaya di masa sekarang. Untuk memberikan solusi terhadap krisis yang dihadapi, harus kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap ideal.[24] Oleh karenanya, pendidikan memiliki peranan sangat penting.

        Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.[25] Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.

        Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.

        Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.

        Tugas utama pendidiakn adalah mempersiapkan anak didik ke arah kematangan. Matang dalam arti hiodup akalnya. Jadi, akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.

        Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam bidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.


 4.   Rekonstruksionisme

        Aliran ini merupakan kelanjutan dari aliran Progresivisme. Menurut Arthur sebagaimana yang dikutip oleh Abd. Rachman Assegaf, pengikut aliran ini menganggap progresivisme hanya memperhatikan permasalahan masyarakat pada saat itu saja padahal ada yang lebih dibutuhkan pada masa kemajuan teknologi, yaitu rekonstruksi masyarakat secara menyeluruh.[26] Terakit pendidikan, aliran ini berpandangan bahwa sekolah harus mengarahkan perubahan (rekontruksi) tatanan sosial saat ini. Sebagaimana teknologi, seiring waktu mengalami kemajuan, maka pendidikan harus mengimbangi kemajuan tersebut.[27]

        Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.[28]

        Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.

        Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.

        Setelah memahami berbagai aliran dan pemikiran dalam sejarah perkembangan Filsafat Pendidikan Barat di atas, dapat disimpulkan bahwa Filsafat Pendidikan Barat lebih menekankan pada pendidikan yang berkarakteristik progresif, mengutamakan nalar dan memperhatikan peserta didik dengan mengenalkan kebudayaan yang ada dilingkungan. Karakteristik tersebut tertuang dalam aliran-aliran filsafat Barat, terutama aliran Filsafat Pendidikan Barat yang sangat berpengaruh pada dunia pendidikan.

a.  Pertama. Realisme. Pengaruhnya dalam pendiidkan adalah kebenaran terdapat pada alam semesta.

b. Kedua. Empirisme, pengaruhnya adalah perlu dilakukan kajian dan penelitian terhadapnya berupa pengembangan sains.

c. Ketiga, Idealisme. Pengaruhnya, pendidikan dilaksanakan untuk mempertajam kemampuan intelektual dan mewujudkan perilaku yang baik generasi bangsa.

d.   Keempat, Materialisme. Pendidikan memberi motivasi hidup dalam meraih kesuksesan di dunia.

e. Kelima, Progresivisme. Pengaruhnya adalah pendidikan senantiasa mengalami perkembangan. Sebab "kebenaran" merupakan sesuatu yang berhasil di satu tempat dan waktu, kalau pun hal itu berhasil, mungkin akan tidak berhasil di lain waktu dengan variable yang berbeda.[29]

f.  Keenam, Esensialisme. Pengaruhnya, individu tidak akan kering dari budaya yang di sekitar. Maka individu akan peka terhadap kondisi lingkungannya dan mampu melestarikannya.

g.  Ketujuh, Perenialisme. Pengaruhnya adalah pendidikan merupakan persiapan untuk hidup. Untuk menghadapi hidup perlu mengerahkan kemampuan rasional.[30]

h. Kedelapan, Rekonstruksionisme, Pengaruhnya, sangat penting dalam evaluasi atau perbaikan lanjutan terhadap pendidikan demi kemajuan bangsa dan negara.


 BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

        Kata Filsafat berasal dari bahasa inggris dan bahasa yunani yang artinya cinta kebijaksanaan. Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa arab, yaitu falsafah, yang artinya al-hikmah. Dengan demikian filsafat dapat diartikan “cinta kebijaksanaan atau al-hikmah”.

        Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakaan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, dan cara mendidik.

        Filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah pendidikan. Filsafat pendidikan juga diartikan sebagai teori pendidikan. Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisa filosofis terhadap bidang pendidkan

        Perkembangan pendidikan dipengaruhi oleh beberapa aliran antara lain: Perenialisme, Esensialisme, Progresivisme dan Rekonstruktivisme adalah aliran-aliran yang mana mempunyai kerkaitan, saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Maka progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918, aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Sedangkan aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia.

        Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Sedangkan essensialisme mempunyai tinjauan mengenai pendidikan yang berbeda yaitu endidikan haruslah bersendikan pada nilai-nilai yang dapat mendatangkan stabilitas. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih agar mempunyai tata yang jelas dan yang telah diuji oleh waktu. Dengan demikian, prinsip essensialisme menghendaki agar landasan-landasan pendidikan adalah nilai-nilai yang essensial dan bersifat menuntun.


DAFTAR PUSTAKA

Arthur K. Ellis, Introduction to the Foundations (New Jersey Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1986)

Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonetif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) 

Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011).

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)

A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departeman Agama Republik Indonesia, 2009)

Asrori Rusman. Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Pendekatan Filsafat Islam Klasik. (Malang: Pustaka Learning Center, 2020)

Benjamin Wong, Plato's Republic and Moral Education dalam Charlen Tan, Philosophical Reflections for Educators (Singapore: Cengage Learning Asia, tt)

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2004)

Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, 2012)

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997)

K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1976)

Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional, 1986)

Munir Yusuf, PengantarIlmuPendidikan (Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 2018).

Muhaimin dkk, Strategi Belajar Mengajar: Penerapannya dalam Pembelajaran Penddikan Agama (Surabaya: Citra Media, 1996)

Mar’atus Sholikhah, Hubungan antara Filsafat dengan Pendidikan. Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam.(Vol. 02 No. 02, Desember 2020)

Moh. Hatta, Alam Pikiran Yunani (Jakarta: Tintamas, 1981)

S. Takdir Alisjahbana, Pembimbing ke Filsafat Metafisika ( Tk.: Dian Rakyat, 1981)

Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2003),

William James, The Varieties of Religious Experiences (New York: New American Library, 1958)

Waris, Pengantar Filsafat (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2014)

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004)

[1] Mar’atus Sholikhah, Hubungan antara Filsafat dengan Pendidikan. Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam.(Vol. 02 No. 02, Desember 2020)

[2] Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011). Hal. 11

[3] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 3.

[4] A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departeman Agama Republik Indonesia, 2009), Hal. 4–5.

[5] Asrori Rusman. Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Pendekatan Filsafat Islam Klasik. (Malang: Pustaka Learning Center, 2020), Hal. 2

[6] Waris, Pengantar Filsafat (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2014). Hal. 5-6.

[7] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Hal. 3–4

[8] Mar’atus Sholikhah, Hubungan antara Filsafat dengan Pendidikan. Tabyin: Jurnal Pendidikan Islam.(Vol. 02 No. 02, Desember 2020)

[9] Munir Yusuf, PengantarIlmuPendidikan (Palopo: Lembaga Penerbit Kampus IAIN Palopo, 2018). Hal. 8-10

[10] 4Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, 2012). Hal. 14-15.

[11] K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1976), Hal. 18

[12] Moh. Hatta, Alam Pikiran Yunani (Jakarta: Tintamas, 1981), Hal. 7.

[13] K. Bertens, Sejarah…, Hal. 48

[14] S. Takdir Alisjahbana, Pembimbing ke Filsafat Metafisika ( Tk.: Dian Rakyat, 1981), Hal. 31

[15] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), Hal. 54.

[16] Benjamin Wong, Plato's Republic and Moral Education dalam Charlen Tan, Philosophical Reflections for Educators (Singapore: Cengage Learning Asia, tt), Hal. 15.

[17] Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2003), Hal. 116

[18] Muhaimin dkk, Strategi Belajar Mengajar: Penerapannya dalam Pembelajaran Penddikan Agama (Surabaya: Citra Media, 1996), Hal. 34.

[19] William James, The Varieties of Religious Experiences (New York: New American Library, 1958), Hal. 40.

[20] Arthur K. Ellis, Introduction to the Foundations (New Jersey Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1986), Hal. 118-119

[21] 7 Arthur K. Ellis, Introduction..., Hal. 117-118

[22] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Hal. 21

[23] Uyoh Sadullah, Pengantar…, Hal. 151.

[24] Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), Hal. 296

[25] Ibid. hal. 154

[26] Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonetif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), Hal. 207.

[27] Uyoh, Pengantar…., Hal. 168.

[28] Muhammad Noor Syam, Filsafat,, Hal. 340

[29] Gene E. Hall, Mengajar…, Hal. 303.

[30] Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2004),  Hal. 39-40


By: Muhammad Zaironi. Santri Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang

0 Komentar